Apa yang dimaksud dengan Rukyat?

Tentang makna rukyat - Satu kata penting yang termuat dalam hadis Nabi saw di atas yang menjadi sumber terjadinya perbedaan pendapat adalah kata liru’yatih.  Kata ru’yat atau rukyat adalah ism al-mashdar (gerund) dari akar kata kerja ra-a yaraa yang makna harfiyahnya adalah “melihat”.  Karena itulah misalnya Mu’jam Lughat al-Fuqaha (Qal’ah ji, 1985:298) mengartikan rukyat sebagai “al-ibshar” melihat dengan mata. Dengan bingkai itu penyusun Mu’jam ini menurunkan misal “wa minhu ru’yatu hilali ramadlana”, antara lain melihat awal bulan (hilal) ramadlan.  
Sementara dengan bantuan al-mu’jam al-mufahras li-alfazh al-Quran (Abdul Baqi:1984) terbaca bahwa ungkapan kata ra-a yaraa digunakan al-Qur’an untuk dua pengertian sekaligus. Arti yang pertama melihat suatu benda secara visual sedangkan yang kedua melihat sesuatu dalam fikiran atau hati. Untuk makna pertama  berjumlah 26 % sedangkan untuk makna kedua lebih dari 74%.  
 Untuk misal pertama, antara lain, al-Quran menyebutkannya dalam Surah al-An’am (6) ayat 78 saat menceritakan pengalaman religiusitas Ibrahim a.s.: Falamaa ra-a sy-syamsa baazighah qaalaa haadzaa rabbii hadzaa akbar, tatkala Ibrahim melihat matahari itu terbit lalu ia berucap “inilah Tuhan-ku ini lebih besar”. Sedangkan untuk makna kedua al-Qur’an meyebutkannya, antra lain, dalam Surah al-Fiil (105) ayat 1: Alam tara kayfa fa’ala rabbuka bi ash-haabil fiil? Tidakkah kamu melihat bagaimana Tuhanmu memperlakukan pasukan gajah? Kata kerja “melihat”pada ayat pertama tidak sama dengan “melihat” pada ayat kedua. 
Yang pertama kata melihat ditujukan untuk sesuatu yang tampak dan terindera oleh mata yaitu matahari sedangkan yang kedua kata melihat ditujukan untuk sesuatu yang tidak tampak karena peristiwa penyerangan Pasukan Gajah yang dipimpin Abrahah dalam upaya menghancurkan Ka’bah itu terjadi jauh sebelum Nabi saw dilahirkan, akan tetapi Allah menyuruh Nabi saw. untuk “melihat” atau memperhatikan peristiwa itu tentu saja kali ini bukan dengan mata tetapi dengan hati dan fikiran Nabi saw.  
Sealur dengan kandungan al-Quran di atas, Ibnu Manzhur al-Mashri dalam karya monumentalnya, Lisan al-Arab (XIV:291), mengutip pernyataan Ibnu Sayyidih yang menegaskan bahwa  kata rukyat itu adalah “an-nadharu bil’ayni wal-qalbi” melihat sesuatu dengan mata dan hati (fikiran).  Dengan uraian makna rukyat sedemikian itu maka terjemahan yang lengkap untuk hadis di atas menjadi “berpuasalah kamu sekalian karena melihat atau menghitung awal bulan dan beridul fithri lah kamu sekalian karena telah melihat atau menghitung awal bulan jika awal bulan terhalang pandangan maka lakukanlah estimasi”. 
Memilah antara pesan inti dan pesan sekunder
Abu Ishaq asy-Syathibi dalam karya magnum opusnya al-Muwafaqaat fi Ushul asy-Syari’ah (II:176-183) menegaskan bahwa ketika Syari’ menyampaikan pesan melalui firman Allah dan sabda Rasul Nya, seorang pembaca pesan itu mesti memilah dan memastikan dengan seksama mana yang menjadi pesan inti (al-maqshad al-ashliy) dan mana yang sekedar pesan ikutannya (al-maqshad at-taba’iy). Misalnya, Nabi saw bersabda “law laa an asyuqqa ‘alaa ummatii la amartuhum bis-siwaaki ‘inda kulli shalaatin”. 
Jika sabda tersebut dibaca dengan harfiyah ia menyebutkan tuntunan menggunakan siwak saat berwudlu. Jika itu pesan yang ditarik (isthinbat) dari hadis tersebut menyisakan pertanyaan “Bagaimana dengan penggunaan sikat gigi dan odol? 
Dengan pembacaan ala Syathibiyan penggunaan siwak bukanlah pesan inti sabda Nabi di atas. Sejatinya Nabi saw sedang mengajarkan tuntunan bahwa ketika seorang Muslim berwudlu saat hendak menunaikan shalat ia mesti mengupayakan untuk bersih mulut dan gigi. Untuk tujuan itu Nabi menyebutkan satu alat atau sarana yang tersedia pada zamannya yaitu perkakas yang bernama siwak. 
Dengan demikian penggunaan sikat gigi dan odol pada saat ini sama martabatnya dengan penggunaan siwak pada saat Nabi saw menyampaikan hadis siwak itu. Bahkan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu kaum Muslimin saat ini lebih memilih menggunakan sikat gigi dan odol daripada siwak. 
Demikianlah terhadap hadis “shuumuu liru’yatihi dan wa afthiruu li ru’yatih..” pun dapat dilakukan cara pembacaan yang sama. Dengan hadis di atas sejatinya Nabi saw menyebutkan kata rukyat bukan sebagai pesan inti. Pesan inti yang disampaikan Nabi adalah memastikan telah terjadi bulan baru untuk melakukan ibadah puasa dan idul fithri. Dengan demikian hadis “laa tashuumuu hattaa taraul hilaalaa walaa tufthiruu hatta tarawhu…” dapat dimaknai menjadi “janganlah kamu sekalian berpuasa hingga telah memastikan masuk awal bulan baru. Janganlah kamu sekalian beridul fithri hingga telah memastikan awal bulan baru”. 
Bagaimana bulan baru itu dipastikan? Pada zaman Nabi saw bulan baru itu dipastikan dengan cara merukyatnya atau melihatnya secara visual karena itulah cara yang paling dimungkinkan pada saat itu. Pilihan terhadap rukyat untuk memastikan terjadinya awal bulan karena itulah cara yang tersedia saat itu mengingat kondisi umumnya kaum Muslimin yang belum bertradisi membaca dan berhitung sebagaimana terungkap dari hadis Nabi saw “innaa ummatun ummiyyatun laa naktubu wa laa nahsibu…”. 
Dalil Perbedaan Rukyat dan Hilal
 Kata Kunci : 
Makna Rukyat
Defini Rukyat 
Dalil Tentang Rukyat
Perbedaan Rukyat dan Hisab

0 Response to "Apa yang dimaksud dengan Rukyat?"

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan komentar anda, jika ada kesalahan pada artikel yang saya posting, atau ada link mati, gambar hilang, dan jika ada saran untuk kemajuan blog ini, silahkan tulis komentar dibawah ini.... Komentar kalian sangat berarti bagi saya...

Format untuk komentar:
1. Pilih profil sebagai Name/URL
2. Isikan nama anda
3. Isikan URL (Blog/Website/Facebook/Twitter/Email/Kosongin)
4. Isikan komentar
5. Poskan komentar