ONTOLOGY,EPISTEMOLOGY ,AKSIOLOGI | Antara Dimensi Filsafat ilmu , Hakikat Kebenaran , dan pengantar Filsafat ilmu. Materi yang terkait. nah, kali ini Materi bidang kajian Filsafat Ilmu : ONTOLOGY,EPISTEMOLOGY ,AKSIOLOGI. Berikut Materi Bidang kajian Filsafat Ilmu.
A. Bidang Kajian Filsafat
Secara garis besar, filsafat memiliki tiga bidang kajian filsafat, yaitu:
1. Ontologi
Ontologi
seringkali disebut sebagai teori hakikat yang membicarakan pengetahuan
itu sendiri. Sementara Langeveld menamai ontologi ini dengan teori
tentang keadaan. Hakikat adalah kenyataan yang sebenarnya, keadaan
sebenarnya sesuatu, bukan keadaan sementara atau keadaan yang menipu dan
bukan keadaan yang berubah. Bidang kajian filsafat ontologi ini terbagi
menjadi beberapa aliran; materialisme, idealisme, dualisme, skeptisime,
dan agnostisme, Epistemologi
2. Landasan Ontologi
Ontologi
merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang
ada. Dari aliran ini muncul empat macam aliran filsafat, yaitu : (1)
aliran Materialisme; (2) aliran Idealisme; (3) aliran Dualisme; (4)
aliran Agnoticisme.
Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan
penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Awal mula alam pikiran
Yunani telah menunjukan munculnya perenungan di bidang ontologi. Dalam
persolan ontologi orang menghadapi persoalan bagaimanakah kita
menerangkan hakikat dari segala yang ada ini? Pertama kali orang
dihadapkan pada adanya dua macam kenyataan. Yang pertama, kenyataan yang
berupa materi (kebenaran) dan kedua, kenyataan yang berupa rohani
(kejiwaan).
Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas sekali, yaitu
segala yang ada dan yang mungkin adalah realitas; realita adalah
ke-real-an, riil artinya kenyataan yang sebenarnya. Jadi hakikat adalah
kenyataan sebenarnya sesuatu, bukan kenyataan sementara atau keadaan
yang menipu, juga bukan kenyataan yang berubah.
Pembahasan tentang
ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjawab “apa” yang menurut
Aristoteles merupakan The First Philosophy dan merupakan ilmu mengenai
esensi benda. Kata ontologis berasal dari perkataan Yunani; On = being,
dan logos = logic. Jadi ontologi adalah the theory of being qua being (
teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). Sedangkan pengertian
ontologis menurut istilah , sebagaimana dikemukakan oleh S.
Suriasumantri dalam Pengantar Ilmu dalam Prespektif mengatakan, ontologi
membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu,
atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang
“ada”. Sementara itu, A. Dardiri dalam bukunya Humaniora, filsafat, dan
logika mengatakan, ontologi adalah menyelidiki sifat dasar dari apa yang
nyata secara fundamental dan cara yang berbeda di mana entitas dari
kategori-kategori yang logis yang berlainan (objek-objek fisis, hal
universal, abstraksi) dapat dikatakana ada; dalam kerangka tradisional
ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal
ada, sedangkan dalam hal pemakaiannya akhir-akhir ini ontologi dipandang
sebagai teori mengenai apa yang ada.
Term ontologi pertama kali
diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M. Untuk menamai
teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam
perkembangannya Christian Wolff (1679-1754 M) membagi metafisika menjadi
dua, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metrafisika umum
dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi.
Dengan demikian,
metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan
prinsip paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada.
Sedang metafisika khusus masih dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi, dan teologi.
3. Kosmologi
Kosmologi
adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang alam
semesta. Psikologi adalah cabang filsafat yang secara khusus
membicarakan tentang jiwa manusia. Teologi adalah cabang filsafat yang
secara khusus membicarakan Tuhan.
Di dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai berikut :
a. Monoisme
Paham
ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu
hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja
sebagai sumber asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani.
Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri.
Istilah monisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe.
Paham ini kemudian terebagi ke dalam dua aliran:
b. Materialisme.
c.
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan
rohani. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme. Mernurutnya
bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang ada
hanyalah materi, yang lainnya jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu
kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa dan ruh merupakan akibat saja dari
proses gerakan kebenaran dengan dengan salah satu cara tertentu.
Alasan mengapa aliran ini berkembang sehingga memperkuat dugaan bahwa yang merupakan hakikat adalah:
• Pikiran yang masih sederhana, apa yang kelihatan yang dapat diraba, biasanya dijadikan kebenaran terakhir.
• Pikiran sederhana tidak mampu memikirkan sesuatu di luar ruang yang abstrak.
• Penemuan-penemuan menunjukan betapa bergantungnya jiwa pada badan.
Oleh
sebab itu, peristiwa jiwa selalu dilihat sebagai peristiwa jasmani.
Jasmani lebih menonjol dalam peristiwa ini. Dalam sejarahnya manusia
memang bergantung pada benda seperti pada padi. Dewi Sri dan Tuhan
muncul dari situ. Kesemuanya itu memperkuat dugaan bahwa yang merupakan
haklekat adalah benda.
4. Idealisme
Aliran idealisme dinamakan
juga spiritualisme. Idealisme berarti serba cita sedang spiritualisme
berarti serba ruh. Idealisme diambil dari kata “Idea”, yaitu sesuatu
yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan
yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis
dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang.
Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari pada penjelmaan ruhani.
Alasan aliran ini yang menyatakan bahwa hakikat benda adalah ruhani, spirit atau sebangsanya adalah:
•
Nilai ruh lebih tinggi daripada badan, lebih tinggi nilainya dari
materi bagi kehidupoan manusia. Ruh itu dianggap sebagai hakikat yang
sebenarnya. Sehingga materi hanyalah badannya bayangan atau penjelmaan.
• Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar dirinya.
• Materi ialah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda tidak ada, yang ada energi itu saja.
•
Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui pada ajaran plato (428-348
SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di alam mesti
ada idenya, yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam nyata yang
menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu.
Jadi idealah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.
2. Dualisme
Dualisme
adalah aliran yang mencoba memadukan antara dua paham yang saling
bertentangan, yaitu materialisme dan idealisme. Menurut aliran dualisme
materi maupun ruh sama-sama merupakan hakikat. Materi muncul bukan
karena adanya ruh, begitu pun ruh muncul bukan karena materi. Tetapi
dalam perkembangan selanjutnya aliran ini masih memiliki masalah dalam
menghubungkan dan menyelaraskan kedua aliran tersebut di atas. Sebuah
analogi dapat kita ambil misalnya tentang jika jiwa sedang sehat, maka
badan pun akan sehat kelihatannya. Sebaliknya jika jiwa seseorang sedang
penuh dengan duka dan kesedihan biasanya badanpun ikut sedih, terlihat
dari murungnya wajah orang tersebut.
Aliran dualisme berpendapat
bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu
hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit.
Sama-sama hakikat. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan
berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya
menciptakan kehidupan dalam alam ini. Contoh yang paling jelas tentang
adanya kerja sama kedua hakikat ini dalam diri manusia. Tokoh paham ini
adalah Descrates (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat
modern. Ia menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran
(ruhani) dan dunia ruang (kebendaan).
2. Pluralisme
paham ini
berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme
bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu
semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictonary of Philosophy and Religion
dikataka sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun
dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini
pada masa Yunani Kuno adalah anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan
bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu
tanah, air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James
(1842-1910 M). Kelahiran New York dan terkenal sebagai seorang psikolog
dan filosof Amerika. Dalam bukunya The Meaning of Truth James
mengemukakan, tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang
bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal.
3. Nihilisme
Nihilisme
berasal dari bahasa latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sdebuah
doktrin yang tidak mengakui validitas alternatif positif. Tokoh aliran
ini diantaranya adalah Fredrich Nietzsche (1844-1900 M). Dilahirkan di
Rocken di Pursia, dari keluarga pendeta. Dalam pandangannya bahwa “Allah
sudah mati”, Allah Kristiani dengan segala perintah dan larangannya
sudah tidak merupakan rintangan lagi. Dunia terbuka untuk kebebasan dan
kreativitas manusia. Dan pada kenyataannya moral di Eropa sebagian besar
masih bersandar pada nilai-nilai kristiani. Tetapi tidak dapat
dihindarkan bahwa nilai-nilai itu akan lenyap. Dengan demikian ia
sendiri harus mengatasi bahaya itu dengan menciptakan nilai-nilai baru,
dengan transvaluasi semua nilai.
4. Agnotisisme
adalah paham yang
mengatakan bahwa manusia tidak mungkin mengetahui hakikat sesuatu
dibalik kenyataannya. Manusia tidak mungkinmengetahui hakikat batu, air,
api dan sebagainya. Sebab menurut aliran ini kemampuan manuisa sangat
terbatas dan tidak mungkin tahu apa hakikat tentang sesuatu yang ada,
baik oleh inderanya maupun oleh pikirannya.
Paham ini mengingkari
kesanggupan manusia untuk mengakui hakikat benda. Baik hakikat materi
maupun hakikat ruhani. Timbul aliran ini dikarenakan belum dapatnya
orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkrit akan adanya
kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini dengan
tegas selalu menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat
trancedent. Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan
tokoh-tokohnya seperti, Sren Kierkegaar, Heidegger, Sartre, dan
Jaspers. Soren Kierkegaard (1813-1855) yang terkenal dengan julukan
sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme menyatakan, manusia tidak pernah
hidup sebagai suatu aku umum, tetapi sebagai aku individual yang sama
sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu yang lain.
Jadi
agnostisisme adalah paham pengingkaran atau penyangkalan terhadap
kemampuan manusia mengetahui hakikat benda materi maupun rohani. Aliran
ini mirip dengan skeptisisme yang berpendapat bahwa manusia diragukan
kemampuannya mengetahui hakikat bahkan menyerah sama sekali.
B. Landasan Epistemologi
Epistemologi
juga disebut teori pengetahuan (theori of knowledge). Secara etomologi,
istilah etomologi berasal dari kata Yunani episteme = pengetahuan dan
logos = teori.
Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang
filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan
syahnya (validitas) pengetahuan. Dalam metafisika, pertanyaan pokoknya
adalah “apakah ada itu?”, sedangkan dalam epistemologi pertanyaan
pokoknya adalah “apa yang dapat saya ketahui?”
Epistemologi
membicarakan sumber-sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh
pengetahuan tersebut. Epistemologi juga disebut sebagai teori
pengetahuan, itulah sebabnya kita sering menyebutnya dengan filsafat
pengetahuan karena ia membicarakan hal pengetahuan. Istilah epistemologi
ini pertama kali muncul dan digunakan oleh J. F. Ferrier pada tahun
1854 M.
Pengetahuan manusia itu ada tiga macam, yaitu pengetahuan
sains, pengetahuan filsafat, dan pengetahuan mistik. Pengetahuan itu
diperoleh manusia melalui berbagai cara dan dengan menggunakan berbagai
alat. Epistemologi ini terbagi atas beberapa aliran; empirisme,
rasionalisme, positivisme, dan intuisionisme.
Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah:
1) Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu?
2) Dari mana pengtahuan itu dapat diperoleh?
3) Bagaimanakah validitas pengetahuan itu dapat dinilai?
Apa
perbedaan antara pengetahuan a priori (pengetahuan pra pengalaman)
dengan pengetahuan a posteriori (pengetahuan purna pengalaman).
Epistemologi
meliputi sumber, sarana, dan tatacara menggunakan sarana tersebut untuk
mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenai pilihan landasan
ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam
menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal (Verstand), akal budi
(Vernunft), pengalaman, atau kombinasi antara akal dan pengalaman,
intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dengan epistemologik, sehingga
dikenal dengan adanya model-model epiostemologik seperti: rasionalisme,
empirisme, kritisisme atau rasinalisme kritis, positivisme,
fenomonologis dengan berbagai variasinya. Pengetahuan yang diperoleh
oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai metode
tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya adalah:
1. Metode Induktif
Induksi
yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyatan hasil
observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum. Yang
bertolak dari pernyataan-pernyataan tunggal sampai pada
pernyataan-pernyataan universal.
Dalam induksi, setelah diperoleh
pengetahuan, maka akan dipergunakan hal-hal lain, seperti ilmu
mengajarkan kita bahwa kalau logam dipanasi, ia mengembang, bertolak
dari teori ini kita akan tahu bahwa logam lain yang kalau dipanasi juga
akan mengembang. Dari contoh di atas bisa diketahui bahwa induksi
tersebut memberikan suatu pengetahuan yang disebut sintetik.
2. Metode Deduktif
Deduksi
ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah
lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal yang
harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara
kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada penyelidikan bentuk logis teori
itu dengan tujuan apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau
ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori lain dan ada pengujian teori
dengan jalan menerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bisa
ditarik dari teori tersebut.
3. Metode Positivisme
Metode ini
dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857). Metode ini berpangkal dari
apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia
mengenyampingkan segala uraian/persoalan di luar yang ada sebagai fakta.
Oleh karena itu, iamenolak metafisika. Apa yang diketahui secara
positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian
metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada
bidang gejala-gejala saja.
4. Metode Kontemplatif
Metode ini
mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh
pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda
harusnya dikembangkan sutu kemampuanakal yang disebut dengan intuisi.
Pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini bisa diperoleh dengan cara
berkontemplasi seperti yang dilakukan oleh Al-Ghazali.
5. Metode Dialektis
Dalam
filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk
mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun
Plato mengartikannya diskusi logika. Kini dialektika berarti tahap
logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga
analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung
dalam pandangan.
B. Landasan Aksiologi
Pengertian aksiologi
berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang
berarti teori. Jadi aksiologi adalah “Teori tentang nilai”. Nilai yang
dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam
filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Makna “etika”
dipakai dalam dua bentuk arti, pertama, etika merupakan suatu kumpulan
pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan manusia.
Arti kedua, merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan
hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia lain. Objek formal
etika meliputi norma-norma kesusilaan manusia, dan mempelajari tingkah
laku manusia baik buruk. Sedangkan estetika berkaitan denganj nilai
tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap
lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.
Nilai itu objektif ataukah
subjektif adalah sangat tergantung dari hasil pandangan yang muncul dari
filsafat. Nilai akan menjadi subjektif, apabila subjek sangat berperan
dalam segala hal, kesadaran manusia menjadi tolak ukur segalanya; atau
eksistensinya, maknanya dan validitasnya tergantung pada reaksi subjek
yang melakukan penilaian tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat
psikis atau fisis. Dengan demikian, nilai subjektif akan selalu
memperhatikan berbagai pandangan yang dimilki akal budi manusia, seperti
perasaan, intelektualitas, dan hasil nilai subjektif selalu akan
mengarah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
Nilai
itu objektif, jika ia tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang
menilai. Nilai objektif muncul karena adanya pandangan dalam filsafat
tentang objektivisme. Objektivisme ini beranggapan pada tolak ukur suatu
gagasan berada pada objeknya, sesuatu yang memiliki kadar secara
realitas benar-benar ada.
Nilai dalam ilmu pengetahuan. Seorang
ilmuwan harus bebas dalam menentukan topik penelitiannya, bebas
melakukan eksperimen-eksperimen. Kebebasan inilah yang nantinya akan
dapat mengukur kualitas kemampuannya. Ketika seorang ilmuwan bekerja,
dia hanya tertuju pada kerja proses ilmiah dan tujuan agar penelitiannya
berhasil dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia
tidak mau terikat dengan nilai-nilai subjektif, seperti; agama, adat
istiadat.
3. Aksiologi adalah Nama lain dari teori nilai ini membahas
mengenai guna atau manfaat pengetahuan. Untuk mengetahui kegunaan
filsafat, kita dapat melihatnya dari tiga hal; pertama filsafat sebagai
kumpulan teori, kedua filsafat sebagai pandangan hidup, ketiga filsafat
sebagai metode pemecahan masalah.
Sebagai kumpulan teori, filsafat
digunakan untuk memahami dan mereaksi dunia pemikiran. Sedangkan sebagai
pandangan hidup, filsafat digunakan sebagai pedoman dalam menjalani
kehidupan. Dan yang amat terpenting adalah fungsi filsafat sebagai
metodologi memecahkan masalah. Sesuai dengan sifatnya, filsafat
menyelesaikan masalah secara mendalam dan universal. Penyelesaian
masalah secara mendalam artinya ia memecahkan masalah dengan cara
mencari penyebab munculnya masalah terlebih dahulu. Universal artinya
melihat masalah dalam hubungan yang seluas-luasnya, yakni memandang
setiap permasalahan dari banyak sudut pandang. Dengan demikian, kegunaan
filsafat itu amat luas sekali, di manapun dan kapan pun filsafat
diterapkan di sana ada gunanya.
Tetapi perlu disadari setiap penemuan
ilmu pengetahuan bisa berdampak positif dan negatif. Dalam hal ini
ilmuwan terbagi dua golongan pendapat. Golongan pertama berpendapat
mengenai kenetralan ilmu. Ilmuwan hanyalah menemukan pengetahuan dan
terserah kepada orang lain untuk menggunakannya. Golongan kedua
berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas
pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya haruslah
berlandaskan nilai-nilai moral, sebagai ukuran kepatutannya.
C. Hubungan Antara Landasan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Dalam
Filsafat Ilmu
Istilah
ilmu sudah sangat populer, tetapi seringkali banyak orang memberikan
gambaran yang tidak tepat mengenai hakikat ilmu. Terlebih lagi bila
pengertian ini dikaitkan dengan berbagai aspek dalam suatu kegiatan
keilmuan, misalnya matematika, logika, penelitian dan sebagainya.
Apakah
bedanya ilmu pengetahuan [science] dengan pengetahuan [knowledge] ?
Apakah karakter ilmu ? apakah keguanaan ilmu ? Apakah perbedaan ilmu
alam dengan ilmu sosial ? apakah peranan logika ? Dimanakah letak
pentingnya penelitian ? apakah yang disebut metode penelitian? Apakah
fungsi bahasa ? Apakah hubungan etika dengan ilmu.
Manusia berfikir
karena sedang menghadapi masalah, masalah inilah yang menyebabkan
manusia memusatkan perhatian dan tenggelam dalam berpikir untuk dapat
menjawab dan mengatasi masalah tersebut, dari masalah yang paling
sumir/ringan hingga masalah yang sangat "Sophisticated"/sangat muskil.
Kegiatan
berpikir manusia pada dasarnya merupakan serangkaian gerak pemikiran
tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa
pengetahuan [knowledge]. Manusia dalam berpikir mempergunakan lambang
yang merupakan abstraksi dari obyek. Lambang-lambang yang dimaksud
adalah "Bahasa" dan "Matematika". Meskipun nampak banyaknya serta aneka
ragamnya buah pemikiran itu namun pada hakikatnya upaya manusia untuk
memperoleh pengetahuan didasarkan pada tiga landasan pokok yakni :
Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi.
1. Landasan Ontologi
Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui.
1) Apa yang ingin diketahui oleh ilmu? atau dengan perkataan lain, apakah yang menjadi bidang telaah ilmu?
2) Suatu pertanyaan:
3) Obyek apa yang ditelaah ilmu ?
4) Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut ?
5)
Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia
[seperti berpikir, merasa dan mengindera] yang membuahkan
pengetahuan.[inilah yang mendasari Ontologi].
Ontologi merupakan
salah satu diantara lapangan-lapangan penyelidikan kefilsafatan yang
paling kuno. Awal mula alam pikiran orang Barat sudah menunjukkan
munculnya perenungan di bidang ontologi. Pada dasarnya tidak ada pilihan
bagi setiap orang pemilihan antara “kenampakan”[appearance] dan
“kenyataan”[reality]. Ontologi menggambarkan istilah-istilah seperti:
“yang ada”[being], ”kenyataan” [reality], “eksistensi”[existence],
”perubahan” [change], “tunggal”[one]dan“jamak”[many].
Ontologi
merupakan ilmu hakikat, dan yang dimasalahkan oleh ontologi adalah: ”
Apakah sesungguhnya hakekat realitas yang ada ”rahasia alam” di balik
realita itu?
Ontologi membahas bidang kajian ilmu atau obyek ilmu.
Penentuan obyek ilmu diawali dari subyeknya. Yang dimaksud dengan subyek
adalah pelaku ilmu. Subyek dari ilmu adalah manusia; bagian manusia
paling berperan adalah daya pikirnya.
Adapun yang menjadi dasar
ontologi adalah “Apakah yang ingin diketahui ilmu atau apakah yang
menjadi bidang telaah ilmu?”. Ilmu membatasi diri hanya pada kejadian
yang bersifat empiris, mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji
oleh pancaindera manusia atau yang dapat dialami langsung oleh manusia
dengan mempergunakan pancainderanya. Ruang lingkup kemampuan pancaindera
manusia dan peralatan yang dikembangkan sebagai pembantu pancaindera
tersebut membentuk apa yang dikenal dengan dunia empiris. Dengan
demikian obyek ilmu adalah dunia pengalaman indrawi. Ilmu membatasi diri
hanya kepada kejadian yang bersifat empiris.
Pengetahuan keilmuan
mengenai obyek empiris ini pada dasarnya merupakan abstraksi yang
disederhanakan. Penyederhanaan ini perlu sebab kejadian alam
sesungguhnya sangat kompleks. Ilmu tidak bermaksud "memotret" atau
"mereproduksi" suatu kejadian tertentu dan mengabstaraksikannya kedalam
bahasa keilmuan. Ilmu bertujuan untuk mengerti mengapa hal itu terjadi,
dengan membatasi diri pada hal-hal yang asasi. Atau dengan perkataan
lain, proses keilmuan bertujuan untuk memeras hakikat empiris tertentu,
menjangkau lebih jauh dibalik kenyatan-kenyataan yang diamatinya yaitu
kemungkinan-kemungkinan yang dapat diperkirakan melalui
kenyataan-kenyataan iru. Disinilah manusia melakukan transendensi
terhadap realitas.
Untuk mendapatkan pengetahuan ini ilmu membuat
beberapa andaian [asumsi] mengenai obyek-obyek empiris. Asumsi ini
perlu, sebab pernyataan asumstif inilah yang memberi arah dan landasan
bagi kegiatan penelaahan kita.
Ilmu memiliki tiga asumsi mengenai obyek empirisnya :
-
Asumsi pertama : Asumsi ini menganggap bahwa obyek-obyek tertentu
mempunyai keserupaan satu sama lain misalnya dalam hal bentuk struktur,
sifat dsb. Klasifikasi [taksonomi] merupakan pendekatan keilmuan pertama
terhadap obyek.
- Asumsi kedua : Asumsi ini menganggap bahwa suatu
benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu (tidak
absolut tapi relatif ). Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah
laku suatu obyek dalam keadaan tertentu. Ilmu hanya menuntut adanya
kelestarian yang relatif, artinya sifat-sifat pokok dari suatu benda
tidak berubah dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian memungkinkan
kita untuk melakukan pendekatan keilmuan terhadap obyek yang sedang
diselidiki.
- Asumsi ketiga : Asumsi ini menganggap tiap gejala bukan
merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Tiap gejala mempunyai
pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan/sekuensial kejadian
yang sama. Misalnya langit ,mendung maka turunlah hujan. Hubungan sebab
akibat dalam ilmu tidak bersifat mutlak. Ilmu hanya mengemukakan bahwa
"X" mempunyai kemungkinan[peluang] yang besar mengakibatkan terjadinya
"Y". Determinisme dalam pengertian ilmu mempunyai konotasi yang bersifat
peluang [probabilistik]. Statistika adalah teori peluang.
2. Landasan Epistemologi
Epistemologi
mempermasalahkan kemungkinan mendasar mengenai pengetahuan[very
possibility of knowledge]. Dalam perkembangannya epistemology
menampakkan jarak yang asasi antara rasionalisme dan empirisme, walaupun
sebenarnya terdapat kecenderungan beriringan. Landasanepistemology
tercermin secara operasional dalam metode ilmiah . Pada dasarnya metode
ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuan
dengan berdasarkan :
1) Kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan
argumentasi yang konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah
berhasil disusun;
2) Menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi
dari kerangka tersebut dan melakukan verifikasi terhadap hipotesis
termaksud dengan menguji kebenaran pernyataan secara factual.
Suatu Pertanyaan :
• Bagaiman proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu ?
• Bagaimana prosedurnya ?
• Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar ?
• Apa yang disebut kebenaran itu sendiri ?
• Apakah kriterianya ?
• Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu ?
Inilah kajian epistemology
3. DASAR EPISTEMOLOGI ILMU
Epistemologi
atau teori pengetahuan, membahas secara mendalam segenap proses yang
terlibat dalam usaha kita memperoleh pengetahuan.
Ilmu merupakan
pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode
keilmuan. Ilmu lebih bersifat kegiatan dinamis tidak statis. Setiap
kegiatan dalam mencari pengetahuan tentang apapun selama hal itu
terbatas pada obyek empiris dan pengetahuan tersebut diperoleh dengan
mempergunakan metode keilmuan, adalah sah disebut keilmuan.
Hakikat
keilmuan tidak berhubungan dengan "titel" atau "gelar akademik", profesi
atau kedudukan, hakikat keilmuan ditentukan oleh cara berpikir yang
dilakukan menurut persyaratan keilmuan.
1. Landasan Aksiologi
Permasalahan
aksiologi meliputi sifat nilai, tipe nilai, kriteria nilai, status
metafisika nilai. Pada adasarnya ilmu harus digunakan untuk kemaslahatan
umat manusia. Ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan
taraf hidup manusia dan kesejahteraannya dengan menitik beratkan pada
kodrat dan martabat.
Untuk kepentingan manusia, maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh disusun dan dipergunakan secara komunal dan universal.
Suatu pertanyaan :
-
Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan ? bagaimana
kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah moral ?
- Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
-
Bagaimana kaitan atau hubungan antara teknik prosedural yang merupakan
operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional?.
Pertanyaan-pertanyaan
di atas, merupakan bagian dari makna pengkajian aksiologi terhadap
hasil akhir pencapaian suatu telaah ilmu pengetahuan, dengan tujuan
untuk memberikan hasil yang terbaik bagi manfaat yang dapat memberikan
kemaslahatan bagi umat manusia.
Pengkajian terhadap suatu bidang
pengetahuan harus dibangun dari fondasi filsafat yang kuat, jelas,
terarah, sistematis, berdasarkan norma-norma keilmuan dan dapat
dipertanggungjawabkan. Filsafat ilmu merupakan kajian yang dilakukan
secara mendalam mengenai dasar-dasar ilmu. Pendekatan yang digunakan
dalam menguak landasan-landasan atau dasar-dasar ilmu adalah melalui
tiga hal. Pertama, pendekatan ontologi, yaitu ilmu yang mengkaji tentang
hakikat. Teori hakikat pertama kali dikemukakan oleh filsuf Thales yang
mengatakan bahwa hakikat segala sesuatu itu adalah air. Kemudian dalam
perkembangannya, bermuncullah paham-paham tentang ontologi meliputi
monoisme, dualisme, pluralisme, nihilisme, dan agnotisisme. Kedua,
pendekatan epistemologi, yaitu cabang filsafat yang mempelajari asal
mula atau sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) pengetahuan.
Dalam menemukan sumber pengetahuan itu terdapat beberapa metode yaitu
induktif, deduktif, positivisme, kontemplatif, dan dialektis. Ketiga,
pendekatan aksiologi, yaitu teori tentang nilai (etika dan estetika).
Pada adasarnya ilmu harus digunakan untuk kemaslahatan umat manusia.
Ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf hidup
manusia dan kesejahteraannya dengan menitik beratkan pada kodrat dan
martabat manusia itu sendiri, maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh
disusun dan dipergunakan secara komunal dan universal.
Ketiga pendekatan ini harus bisa menjawab hal-hal berikut :
Bagaimana hakikat dari sesuatu yang ditelaah?
Bagaimana cara-cara memahami pengetahuan, langkah-langkahnya, sumbernya dan metodologinya?
Bagaimana urgensi, nilai dan kegunaan dari sesuatu itu?
Ke
tiga landasan di atas merupakan dasar pijakan yang sangat penting untuk
dipahami dalam mendalami dasar-dasar segala ilmu pengetahuan. Karena ke
tiganya saling berkaitan erat satu sama lain sebagai titik tolak dalam
pencapaian kajian hakekat kebenaran ilmu.
keren bro materinya...ditunggu kunbalnya di www.rasus01.tk
BalasHapus